Tuesday, December 15, 2009

Ada seorang anak kecil egois…

Seorang anak kecil yg mencari sosok orang tua

Sampai akhirnya dia merasa menemukan sosok tersebut

Sosok tua yang dia banggakan…

Sosok tua yang memintanya langsung untuk mau menjadi anaknya

Ia senang dengan semua perlakuan sang tua

Ia mulai menganggapnya ayah sekaligus ibu

Dia tidak butuh keduanya sekaligus… dia hanya butuh ada sosok tua sebagai tempatnya pulang

Ia senang tatkala sang tua membuatkan secangkir teh hangat setiap dia pulang sekolah

Ia senang setiap dia bermimpi buruk, ia bisa menceritakan pada sang tua

Ia senang bisa memamerkan sang tua kepada teman2 sekolahnya

Akhirnya dia bisa berkata “hari ini orang tua ku yang mengambilkan rapot”

Terutama, ia senang setiap sang tua memanggilnya “yung”. Kependekan dari Buyung.

Kata sang tua, itu adalah panggilan untuk anak laki2 didaerahnya.

“yung… darimana saja kamu?”

“yung… ada pisang goreng kesukaanmu, masih panas, hati2 memakannya”

“yung… sudah mengerjakan PR?”

“yung… makan siang dulu”

“yung…”

“yung…”

“yung…”

Panggilan khusus yang membuatnya merasa special, sampai kemarin…

-----------------

Kemarin sore, sepulang ia dari sekolah, ia melihat sang tua sedang duduk bersama seorang anak kecil, sedikit lebih muda darinya. Ia mendekat perlahan sambil berharap mereka, terutama sang tua, menyadari kehadirannya. Tapi mereka terlalu asik berbincang2.

Sore itu juga sang tua mengenalkan mereka berdua.”kenalkan… ini cucuku yang dulu pernah kuceritakan”. Sang anak tersenyum, menjabat tangan sang cucu dan duduk diam disamping mereka beberapa saat untuk kemudian pulang. “Ada suatu perasaan aneh melihat mereka” pikirnya

------------------

Esoknya saat ia berkunjung kembali ternyata sang cucu masih ada disana. sore2 seperti ini biasanya dia dan sang tua menikmati teh hangat diteras rumah. Semuanya masih sama.. hanya saja kali ini ada sang cucu. Mereka berbincang2 bertiga

Kemudian sang tua berkata “bagaimana sekolahmu disana yung?”

Ia menoleh ke arah sang tua, namun sang tua ternyata bukan melihat ke arahnya. Sang tua bertanya kepada sang cucu. “belajar yang rajin yung… banyak-banyak berteman yang baik” sekali lagi ia memandangi sang tua yang masih menatap sang cucu. Bukan dirinya. Ia semakin merasakan perasaan aneh…

---------------

Malam ini dikamarnya ia bingung. Kenapa ia merasakan ketidaknyamanan sejak kemarin? Ia sadar kalau ia cemburu. Ia merasa tersisihkan karena ternyata saat sang cucu datang, ia tidak lagi terlalu dibutuhkan. Tapi ia mencoba memahami karena sang cucu adalah darah daging sang tua sendiri. Tentu saja keluarga dengan ikatan darah menjadi yang paling penting diatas segalanya. Meskipun ia mengingatkan diri sendiri, tapi perasaan sepi tetap menjadi temannya.

Diatas semuanya, ia paling tidak suka mendengar sang tua memanggil sang cucu dengan panggilan yang sama “buyung…”. Ia kira panggilan itu istimewa untuk dirinya sendiri. Ia salah. Dan ya…. Ia ingin sekali berkata kepada sang tua “jangan panggil aku dengan nama itu lagi… panggil aku dengan nama lain yang hanya untukku”. Hanya kalimat itu yang ingin dikatakannya pada sang tua

-------------------------

Esoknya ia kembali berkunjung seperti biasa, namun tanpa mengatakan apa yang ingin dikatakannya. Ia membiarkan semua berjalan apa adanya, tidak ingin memaksa untuk diperlakukan secara spesial. Itu bukanlah kesalahan sang tua… sang tua tidak tahu perasaan sang anak, bahkan mungkin panggilan “buyung” sudah diberikan terlebih dulu kepada sang cucu. Dengan begitu seharusnya ia yang telah mencuri keistimewaan kan? Dan sang anak mencoba melupakannya meski ingin sekali ia berkata “panggil aku dengan nama yang hanya untukku”

P.s:

Ada keinginan kecil dalam diri manusia untuk bisa menjadi istimewa

2 comments:

heidy said...

agak - agak ada yg menggenang nih.. *lap muka pake korden*

Uchu said...

kamu ini ah... beleber gitu lho... *lap2 mulut eidy*