Entah sejak kapan kita suka gugup
Di antara frasa-frasa pongah
Di kain rentang yang berlubang-lubang
Sepanjang jalan raya itu; kita berhimpitan
Di antara kata-kata kasar yang desak-mendesak
Di kain rentang yang ditiup angin,
Yang diikat di antara batang pohon
Dan tiang listrik itu; kita tergencet di sela-sela
Huruf-huruf kaku yang tindih-menindih
Di kain rentang yang berjuntai di perempatan jalan
Yang tanpa lampu lalu-lintas itu. Telah sejak lama
Rupanya kita suka membayangkan diri kita
Menjelma kain rentang koyak-moyak itu, sebisanya
Bertahan terhadap hujan, angin, panas, dan dingin
-Sapardi Djoko Darmono-
Gw suka banget 2 bait teratas. Kesannya romantis, lugu dan ga neko2. Masih pure. Tapi sejak tergusur modernitas, segala kemurnian romantis itu menghilang. Terutama di diri gw. Semakin realistis... ga "manis" lagi.

Di antara frasa-frasa pongah
Di kain rentang yang berlubang-lubang
Sepanjang jalan raya itu; kita berhimpitan
Di antara kata-kata kasar yang desak-mendesak
Di kain rentang yang ditiup angin,
Yang diikat di antara batang pohon
Dan tiang listrik itu; kita tergencet di sela-sela
Huruf-huruf kaku yang tindih-menindih
Di kain rentang yang berjuntai di perempatan jalan
Yang tanpa lampu lalu-lintas itu. Telah sejak lama
Rupanya kita suka membayangkan diri kita
Menjelma kain rentang koyak-moyak itu, sebisanya
Bertahan terhadap hujan, angin, panas, dan dingin
-Sapardi Djoko Darmono-
Gw suka banget 2 bait teratas. Kesannya romantis, lugu dan ga neko2. Masih pure. Tapi sejak tergusur modernitas, segala kemurnian romantis itu menghilang. Terutama di diri gw. Semakin realistis... ga "manis" lagi.

No comments:
Post a Comment